"BEKU” SANG NAGA LAUT YANG PERKASA
“BEKU” SANG NAGA LAUT YANG PERKASA
Oleh : Marselinus B.
Lewerang
Tarian tradisional yang satu ini
memang tidak banyak dikenal tapi punya makna folosofis sangat tinggi. Rugi bila tidak digali dan
dipopulerkan sebagai tarian masal yang menunjukan jati diri kita. Orang-orang menyebutbya tari “Beku.” Entah sejak kapan
seni perpaduan gerak tubuh, suara dan musik gendang ini diciptakan tak ada yang tahu. Yang pasti bahwa hingga sekarang tarian yang melibatkan ratusan bahkan ribuan penari ini masih sering
dimainkan orang Lamaholot Timur yang berdomisili di wilayah Leragere-Lembata.
Menurut catatan lepas Almahrum Drs.
Stanis Atawolo (1996), istilah “beku”
merupakan adaptasi dari bunyi “bek-ku,
bek-ku, bek-kukukuku, be-ku.” Bunyi tabuhan gendang pengiring tarinya. Bunyi gendang dalam pentas tari beku merupakan pemandu langkah
kaki sekaligus penentu utama irama tari.
Konon katanya tarian beku dibawa oleh sekelompok pengungsi dari pulau Nuha
ata. Sebagaimana catatan lepas Almahrum
Ambros Oleona (1989), Nuha ata
merupakan sebutan lain dari Lepan Batan. sebuah daratan luas antara
pulau Alor dan Lembata. Daerah tersebut diperkirakan tenggelam karena bencana
hebat gelombang pasang. Dampak dari mencairnya es kutub pada waktu itu. Peristiwa tenggelamnya
daratan inilah yang menyebabkan terjadinya pengungsian besar-besaran. Orang Nuha ata, sendiri-sendiri atau berkelompok pergi meninggalkan kampung halaman, mencari hunian baru (bang pong, leka duli). Mereka pergi dengan membawa serta warisan budaya leluhurnya.
Pola tari beku sebetulnya mirip dengan “kolewala” dari daerah Atadei-Lembata, “lili
beku” dari Terong-Lamahala dan “Lego-lego” dari Alor. Kalo lili beku dan
lego-lego menggunakan instrument gong dan gendang, sedangkan beku-Leragere hanya
menggunakan gendang saja. Beberapa
penggalan sair dari tiga ragam beku ini memiliki kemiripan. Contohnya seperti “Laira,” “helero” dan “eleha”
Dari tutur lisan turun temurun diketahui bahwa pola tari beku itu pada dasarnya
merefleksikan gerak seekor ular yang disebut “nogo lewong" (naga laut). Konon katanya, ular raksasa ini berupaya untuk menolong
sekelompok awak perahu yang pecah
karena amukan badai. Tempat kejadiannya diperkirakan sekitar tanjung suba
wutun. Refleksi ini nampak pada
komposisi gerak secara keseluruhan. Koreografi tari beku ditata dalam tiga bagian yaitu “waheng,” “lid’o” dan “pur’ing.” Waheng adalah pasangan penari yang memainkan gerakan gelombang air karena pukulan
jenggot naga. Jumlah penarinya 1 - 2 pasang. Dominasi gerakannya meliputi kibasan kiri kanan dan loncatan maju
mundur. Lid'o adalah ujung kepala naga. Bagian ini ditempati seorang penari laki-laki yang mahir mengolah gerak kaki dan pinggul. Tugasnya sebagai pemandu arah putaran, Lid'o menyatu dengan rangkaian leher dan perut. Bagian ini juga diisi oleh kelompok penari laki-laki. Gerak tarinya
meliuk-liuk seperti perut ular. Sifatnya kokoh pada bagian kaki dan lentur di bagian pinggang. Pur’ing merupakan barisan dari pertengahan badan ke arah ekor. Para penari perempuan menempati areal ini.
Gerakanya lemah gemulai seperti ekor ular. Arahnya mengikuti bagian
kepala. --BERSAMBUNG
Komentar
Posting Komentar