Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Suku-suku dan Struktur Sosial Atakowa

Penggalan 4 MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT  ATAKOWA Suku-suku dan Struktur Sosial Atakowa Nenek moyang orang Atakowa akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan lagi dan memilih puncak bukit Bawalire sebagai tempat tinggal. Alasan memilih tempat ini karena letaknya tepat di puncak bukit dengan lereng yang terjal dan mudah dijangkau dari arah Nara Uha . Seiring pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lahan untuk berkebun,  kampung Bawalire lalu dipindahkan ke Lewu tuang. Sebagaimana tuturan alm. Bp.  Leo Leang, orang Atakowa yang menghuni kampung Lewu tuang terdiri dari tujuh klan/marga yaitu : Tarang ela, ole pue, lape langu, uung pue, bihte pue, ahtung pue dan ubang pue. Dari  ketujuh klan ini ternyata hanya satu saja yang nama klannya tidak dirujuk dari nama pohon yaitu  tarang ela, artinya tanduk/kepala. Keenam marga lainnya merujuk pada  nama pohon. Ole = lontar; Lape = sejenis meranti; uung = sejenis tumbuhan semak berbatang  sangat keras; bihte = sejenis t

Blowe, O'e dan Bas'a

Gambar
Penggalan 3 MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT  ATAKOWA Blowe, O’e, dan Bas’a Dengan menjejaki alur tombak bambu akhirnya rombongan pengungsi, nenek moyang orang Atakowa tiba dengan selamat di pelataran Nara Uha . Daerah ini berbatasan langsung dengan sisi Timur kampung Atakowa sekarang. Geo fisik wilayahnya termasuk hamparan datar antara dua puncak bukit kecil ( owa lewung dan owa tobo ). Luasnya kurang lebih 1,5 Ha. Hamparan nara uha didominasi oleh beberapa jenis pohon khas hutan tropis dan tidak ada lapisan hijau penutup permukaan tanah. Ketinggian tajuk hutannya diperkirakan antara 15 – 25 meter. Secara ekologi formasi hutan nara uha merupakan kantong perangkap hujan. Letak  topografi dan struktur hutannya menyebabkan daerah ini menjadi pusat kondensai uap  air. Sejak dulu hingga sekarang orang-orang atakowa percaya bahwa nara uha adalah sumber air hujan yeng memberikan kehidupan kepada aho manu bine lame (suku, kerabat dan seluruh peliharaan) kampung Atakowa. Hutan

Ina Kepakiri Ama Wuanbala

Gambar
Penggalan 2 MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT  ATAKOWA Ina Kepakiri Ama Wuanbala Dituturkan  turun temurun bahwa ketika perahu tumpangannya rusak parah dan  pelayaran  tidak bisa dilanjutkan lagi rombongan pengungsi  Nuha ata terpecah menjadi tiga kelompok kecil. Konon katanya tempat kejadian tersebut diperkirakan sekitar  tanjung suba wutun. Peristiwa ini punya hubungan tuturan dengan terbentuknya tepi ). Kelompok pertama dan barang bawaan berupa layar dari daun gebang, alat pendayung dan wuwo (alat penangkap ikan) meneruskan perjalanan menyusur sepanjang pantai ke arah Barat.  kelompok kedua menaiki lereng sekitar teluk waiteba dan liang kape. Kelompok ketiga  memilih arah  melalui  kali sebelah Selatan tepi. Sebagaimana tuturan, barang bawaan kelompok kedua dan ketiga itu sama, yakni berupa alat tenun ( ebo, hapi dan huri ), batu asa ( elu ), blida (semacam parang panjang yang digunakan untuk berperang) dan tombak . Nenek moyang orang Ata

MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT ATAKOWA

Penggalan I MENGALI KEBUDAYAAN KAMPUNG ADAT  ATAKOWA Rasional Tak ada pulau yang terbentuk sekaligus dengan orang-orang yang menempatinya. Dengan demikian penduduk pertama di sebuah pulau adalah imigran dari luar pulau, baik yang datang orang per orang maupun berkelompok. Karena setiap pulau  berbatasan langsung dengan laut maka di tempo dulu media yang membawa seseorang sampai ke sebuah pulau adalah  air dalam hal ini arus laut, rakit atau perahu. Penduduk asli Lembata, termasuk suku yang mendiami kampung Atakowa juga berasal dari luar pulau. Sebagaimana tuturan lisan yang ditulis kembali Alm. Drs. S.T. Atawolo, disajikan pada seminar budaya Nobo Buto Leragere, 1996. Penduduk asli pulau Lembata datang melalui arus pengungsian besar-besaran dari pulau Nuha ata. Menurut Alm. Ambros Ole Ona,1989.   Nuha ata    adalah sebutan lain dari Lepan Batan . Tuturan lisan alm. Bp Philipus Polo Lewerang, orang-orang asli Atakowa datang dari arah Bobu. Sebuah daerah sekitar tanjung